Oleh : Agus Swasono (Mahasiswa Pendidikan IPS 2009)
Ada sebuah opini pernah memantik pikiran penulis, opini yang mengatakan bahwa indikator keberhasilan kuliah yang terpenting itu hanyalah sederet IPK yang tinggi dan lulus cepat. Sebuah pandangan dimana mahasiswa hanya terfokus pada sebuah nilai yang palsu. Kondisi yang naif dan tidak bisa disangkal, memang itulah sebuah realita yang terjadi pada mahasiswa era sekarang. Ketika kampus sudah menjadi lahan untuk mencari nilai dan nilai, penulis rasa sudah saatnya kita merenungkan kembali sebuah makna dari ‘Mahasiswa’. Pilihan menjadi mahasiswa bukanlah sebuah pilihan yang mudah, beban moral akan sebuah kontinuitas perjuangan para pendahulu kita yang mau tidak mau harus kita arungi. secara sadar atau tidak sadar kita telah menjadi bagian gerakan reformis mahasiswa yang turut andil dalam perjalanan Bangsa ini. Kurang tepat rasanya jika kita mahasiswa yang notabene terpilih dari ribuan pesaing calon mahasiswa saat Ujian masuk hanya berfikir untuk dirinya sendiri dan hanya duduk manis sibuk dengan gadgetnya. Seolah-olah kita buta dan tuli akan sebuah kondisi sosial terjadi di negara ini.
Berbicara tentang ‘IPS’, berarti sedang membicarakan sebuah kesadaran kita sebagai mahasiswa untuk berempati dan peduli akan sebuah masalah sosial beserta pemecahannya. Menurut Supardi (2011: 182) bahwa sangat jelas bahwa pendidikan IPS menekankan pada ketrampilan peserta didik dalam memecahkan masalah mulai dari lingkup diri sampai pada masalah yang kompleks. Dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa mahasiswa IPS secara akademik tidak hanya dituntut mampu menghafal pengertian sosialisasi, pengertian PETA, jenis-jenis pasar dan kapan terjadi perang padri. Tetapi lebih dari itu, kita dituntut mampu mengkaji dan merefleksikan segala permasalahan sosial beserta format pemecahannya yang efektif.
Hemat penulis, sudah saatnya mahasiswa IPS tidak hanya menjadi mahasiwa kupu-kupu (kuliah-pulang), tetapi mahasiswa IPS mampu menjadi mahasiswa yang aktif andil dalam setiap perjalanan bangsa ini. Dalam ruang kuliah, kita mampu menjadi mahasiswa berprestasi. Tetapi dalam segi organisasi pergerakan kemahasiswaan, kita harus jauh lebih berprestasi. Sesungguhnya sebuah ilmu tidak hanya bisa kita dapatkan di sebuah kelas yang terbatas ruang dan waktu. Justru ilmu diluar kelas sangat banyak untuk kita raih dan kita aplikasikan di masyarakat. Melalui organisasi mahasiswa diharapkan mampu mengasah potensinya dalam hal kepemimpinan dan manajerial, serta yang terpenting mahasiswa mampu memiliki sense perjuangan akan sebuah kepedulian kondisi sosial yang memprihatinkan beserta tindakan nyata pemecahannya.
Secara wadah pergerakan, Himpunan Mahasiswa Pendidikan IPS sudah memasuki tahun kedua dalam perjalanannya. Sebuah ‘Rumah Kekuatan’ yang sengaja dibangun diatas keringat para founding father ini bukanlah sebuah wadah pergerakan yang palsu belaka. Sebuah harapan akan secercah kesadaran intelektual mahasiswa IPS dalam rangka partisipasi untuk kemajuan Bangsa tersimpan dalam hati mahasiswa pendidikan IPS. Pendidikan IPS memang masih berumur jagung, tapi dari usia yang terbilang muda diharapkan pemikiran yang muda bergelora dan segar mampu dihadirkan dalam setiap individu mahasiswa IPS.
Secara nyata, kita harus mampu memahami bahwa gerakan mahasiswa merupakan sebuah gerakan yang bersifat dinamis dan kontinu. Maksudnya ketika kita telah lulus sebagai sarjana, ruh pergerakan tidak boleh padam begitu saja. Aktifitas boleh berganti, taktik dan strategi boleh berubah, tetapi ruh dan spirit perjuangan kita tidak boleh padam dan sirna.
“selama kaum terpelajar kita melihat perjuangan kemerdekaan sebagai akademi saja, selama itulah perbuatan-perbuatan yang diharapkan itu kosong belaka. Biarlah mereka melangkah keluar dari kamar pelajaran serta meleburkan diri dalam politik revolusioner yang aktif” (Tan Malaka)
0 Komentar:
Posting Komentar