Tas Ransel Bola Keren !

Backpack club bola kesukaanmu 
- bahan Polyster 300D 
- Terdapat Laptop Sleeve 14" 
-1 Main Pocket, 1 Front Pocket, dan 2 Side Pockets 
- ukuran : 45 x 30 x 15 mm
dijamin keren, ada klub lain juga. barang dikirim dari jakarta. 
only IDR. 130.000 (belum termasuk ongkir) ongkir ditanggung buyer
fast respon : 08561055452



  

 

Robby Darwis, anak laki-laki itu ...

Sering sekali mendengar pepatah Jawa dimana Guru itu di gugu lan ditiru. 3 minggu sudah saya melewati masa-masa OSPEK sebagai calon Guru atau istilah kerennya KKN-PPL. Pada umumnya KKN dan PPL diberbagai dilaksanakan terpisah, tetapi kampus saya (Ikip Jogja) memprogamkan KKN dan PPL menjadi satu. Mahasiswa jurusan pendidikan tidak hanya praktik mengajar, tetapi juga melaksanakan pengabdian dan pemberdayaan di Sekolah.

Lokasi KKN-PPL saya berada di salah satu SMP Negeri di kabupaten Klaten. Dimana sudah menjadi rahasia umum, SMP tersebut termasuk sekolah favorit dan menjadi incaran para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di SMP tersebut. Jauh sebelum KKN PPL ini berlangsung, selalu terlintas rasa keraguan dan keengganan menjalani program kampus itu. dimana keraguan itu terlintas dipikiran nakal ini, "apa saya pantas menjadi guru melihat kemampuan saya seperti ini?"  Ah, ternyata pikiran itu jadi kekhilafan saya. selama saya kuliah di IKIP Jogja, belum ada satupun dosen yang mampu menginspirasi bahkan mengilhami saya untuk menjadi Guru. Saya menerawang tiga tahun kebelakang saat ke-alay-an masih ada pada diri saya, saat rambut poni ala kangen band masih menghiasi kepala saya :). saat itu pula saya merasa kuliah tiga tahun ini hanya proses jalan singkat formalitas menjadi guru. Belum ada Passion yang membuat saya bersemangat menjadi guru. 
 Astagfirullah, sedemikian bodohnya saya. -_-

Sekarang, cerita sudah berbeda. episode cerita ini berubah sedemikian hebatnya. Motivator yang selalu saya nanti dalam proses pencarian kegairahan menjadi seorang calon guru hadir dalam masa ini. Motivator itu seorang anak laki-laki bernama 'Robby', kalau tidak salah nama lengkapnya 'Robby Darwis' . seorang anak kecil berumur 12 tahun itu bertemu dengan saya tepat hari  pertama saya memulai KKN-PPL. Anak Laki-laki setinggi 140 cm, berat 35 kg kurang lebih, kulit hitam menjadi pakaiannya yang kusam. Seragam merah putih yang sudah letek dengan kerah yang sudah sobek menandakan dia sudah bukan siswa Sekolah Dasar. Ya! dia sudah menjadi alumni di SD nya. dan pagi itu dia menjadi calon siswa pertama yang datang paling awal untuk mendaftar menjadi siswa di Sekolah saya. Terlintas, anak itu memang pendiam. tetapi di balik sifat pendiam itu tersimpan rasa semangat untuk melanjutkan sekolah. Dari penampilan orang pasti sudah bisa membaca, anak itu tidak nampak seperti anak orang berada. berbeda sekali dengan anak-anak lainnya, yang mengenakan seragam mahal dan diantar oleh Orang Tua berpenampilan Borju dengan berkendaraan mobil mewah dan sepeda motor bagus . kontras sekali, kulihat Robby hanya seorang diri dan hanya diantar oleh Bapaknya sampai depan Sekolah. saya yakin, bukan sekedar ijazah saja yang dia bawa pada hari itu. Tetapi lebih dari itu, semangat dan tekad untuk menggapai impiannya tebungkus dalam hati Robby.

Itulah Robby, seorang anak laki-laki yang bertekad ingin merubah nasib keluarga menjadi lebih baik. kala itu juga hati ini terguncang hebat dan menangis terharu. inilah jawaban selama ini, jawaban mengapa saya harus menjadi Guru .............

Bocah-bocah

bocah-bocah cilik                                     
Usiamu sangat bersahabat dengan keceriaan
Baju lusuhmu dipenuhi ingus-ingus
Canda dan tawamu menggertarkan dunia lebih dari martir serdadu
Hey dunia , lebih indah mana antara canda tawa bocah atau tank-tank para tentara?
Bocah-bocah teruslah kau kejar impian hidupmu
Untuk hidupmu 

Gejayan | 19 Mei 2012

Jogjakopisme


Kopasus, kopi tanggung susu, kopi hitam....

Kali ini saya ingin beropini, bahwasannya kota jogja selain memiliki predikat kota pelajar, kota kebudayaan, kota gudeg, kota Jogja saya beri predikat kota Kopi. Sebuah predikat yang saya rasa tidak mengada-ada dan saya buat-buat. Tiga tahun mendiami jogja belakangan ini memang membuat saya tergila-gila dengan kenikmatan minuman asal Negara Brazilia. Hidup tanpa minum kopi, ibarat jiwa yang haus akan ketenangan. Hampir setiap hari, kopi selalu menjadi sahabat insipratif saya untuk menjalani kehidupan yang keras ini. Setiap tetesnya tersimpan sebuah idealisme para manusia muda yang haus akan karya dan karya. Boleh dibilang, bahwa kopi selalu membuat kehidupan keras ini menjadi lembut dan melankolis. Di masa ini, kopi tak sekedar menjadi minuman penghilang rasa kantuk saja. Tetapi lebih dari semua itu, kopi identik dengan persahabatan. Sudah menjadi kebiasaan saya, duduk bersila ditemani secangkir kopi dengan agenda berdiskusi bersama kawan-kawan membicarakan kehidupan yang semakin tua ini. Oh kopi, walau satu tetes kutenggak, kau bisa saja menjadi boomerang bagi tubuhku. Tapi tak apalah, tubuh ini memang sudah cocok kukawinkan dengan kopi.

Jangan Buang Nasi itu ...



Jangan buang nasi itu nak, menangislah ia jua keringat ayahmu disetiap butirannya
Habiskanlah susumu 'nduk, demi derai air mata ibumu disetiap tetesannya

Kami mengembara... Menerjang siang berkalang malam
Kami bertarung... Gagah berani, tekad terentang asa terhunus mengawal nasibmu jua garis tanganmu

Jika nama yang tersisa nanti
Kasihanilah kami... Jum'atmu dan duduk sucimu...

Kebumen | 2 Maret 2012